6 Lokasi Pembantaian Yang Pernah Terjadi Sepanjang Sejarah - Tips Tutorial Bersama

Minggu, 14 Maret 2021

6 Lokasi Pembantaian Yang Pernah Terjadi Sepanjang Sejarah

Perang adalah wujud perselisihan paling kejam di dunia, perang memiliki kadar keji yang berlimpat ganda. Ketika perseteruan berimbas menjadi sebuah pembantaian, terdengar mengerikan. Tapi demikianlah kenyataan dari sejarah hitam kemanusiaan, kala amarah menjadi sebuah ambisi melupakan kelembutan hati manusiawi.

Berbagai peristiwa pembantaian manusia terus membekas hingga berpuluh tahun lamanya, ada cerita berkumandang sejumlah lokasi pembantaian menyimpan sisi menyeramkan dari para korban, benarkah demikian?

1. Kamp Konsentrasi Auschwitz, Polandia: Sejarah Hitam Kemanusiaan

Dalam berbagai film perang yang menceritakan kekerasan tentang tentara Nazi terdapat sebuah kamp yang menjadi tempat penyiksaan warga Yahudi, inilah Kamp Konsentrasi Auschwitz di Oswiecim, Polandia.

Pada awalnya lokasi ini merupakan barak tentara Polandia, setelah menyerang Polandia Nazi merubah kawasan tersebut menjadi penjara bagi tahanan politik. Kamp Konsentrasi terbesar milik Nazi ini menjadi saksi bisu berbagai penyiksaan terhadap jutaan umat manusia.

Tak hanya kaum Yahudi, Kamp seluas 191 hektar ini turun menaham Kaum Gipsi, Tentara Unisoviet, serta ratusan ribu warga Polandia.

Kamp Konsentrasi Auschwitz dipercaya pernah menahan lebih dari 10 juta manusia, 1 juta diantaranya tewas dibantai. Manusia seakan tidak berharga di mata Schutzstaffel atau yang biasa disebut Militer SS, mereka menjadikan Kaum Yahudi sebagai kelinci percobaan dalam berbagai eksperimen.

Baca Juga : 6 Jalan Berbahaya Peminta Tumbal Nyawa

Jika gagal, korban akan dimasukan ke dalam kamar gas beracun atau direbus hidup-hidup dengan dimasukan ke dalam kamar uap panas. Kamp ini juga memiliki ruangan Krematorium untuk membakar jasad-jasad tersebut.

Tak heran, Kamp Konsentrasi Auschwitz disebut sebagai pabrik kematian. Tawanan yang melarikan diri bakal menghadapi penyiksaan maksimal, mereka dipenjara dan dibiarkan mati kelaparan. Tak jarang eksekusi pembunuhan dilakukan dihadapan tahanan lain sebagai bentuk ancaman agar tidak berani coba-coba melarikan diri.

Kini Kamp Konsentrasi Auschwitz masih kokoh berdiri dan terbuka untuk dikunjungi. Unesco resmi menjadikan tempat ini sebagai situs warisan dunia, setiap pengunjung disini mengaku merasakan aura tragis yang amat menyedihkan.

Berbagai dokumentasi juga memperlihatkan tidak ada goresan senyuman dari para tahanan, karena Nazi memang melarang para tawanan untuk tersenyum.

2. Pembantaian Nanking, Cina: Parade Kebrutalan Tentara Jepang

Perang identik dengan momen pembantaian massal, pada tahun 1937 tentara Jepang menduduki kota Nanking. Momen ini menjadi bagian edisi ke-2 antara Jepang dan Cina, kota yang dikuasi militer Jepang dilanjutkan dengan pembantaian sistematis terhadap tentara Cina serta rakyat sipil, para korban diseret dan dibuang ke sungai Yangtze.

Tidak ada kata ampun, meski tentara Cina sudah menyerahkan diri. Militer Negara Matahari Terbit tetap saja menghabisi nyawa mereka. Pembantaian ini matlah buas, kekejaman tentara Jepang tak pandang bulu, karena tega menghabisi wanita dan anak-anak, ribuan perempuan menjadi korban pemerkosaan.

Peristiwa ini berlangsung selama 6 minggu berturut-turut dalam kurun waktu terbilang singkat, lebih dari 300 ribu jiwa melayang dan 20 ribu wanita menjadi korban pemerkosaan.

Sungai Yangtze menjadi saksi sejarah kelam dari pembantaian Nanking, meski kota sudah berdiri indah dan megah, rakyat Cina tetap berduka kala menatap aliran sungai. Terlebih pada petinggi militer Jepang yang memimpin pembantaian Nanking, seperti jendral Yasuhiko Asaka tidak diadili atas kepemimpinan brutalnya di tanah Cina.

3. Genosida Rwanda: Persekutuan Etnis Jadi Ladang Pembantaian

6 April 1994 presiden Rwanda Juvénal Habyarimana tewas setelah pesawat ditumpanginya ditembak. Kematian sang presiden menyulut perang antara suku Etnis di Rwanda, yaitu suku Hutu dan suku Tutsi.

Kematian presiden Habyarimana yang beretnis Hutu membuat mereka bergejolak untuk membantai suku Tutsi, etnis Tutsi yang minoritas kalang kabut, mereka diburu suku Hutu tanpa pandang bulu, para tetangga saling menghabisi satu sama lain.

Jangan kan tetangga, suku Hutu diamanatkan untuk membunuh sang istri jika pasangannya beretnis Tutsi. 75% suku Tutsi yang menghuni Rwanda tewas akibat aksi suku Hutu, pergejolakan masif ini sampai-sampai membuat tentara perdamaian PBB mundur dari Rwanda.

Lokasi yang paling menyayat hati berada di Murambi Technical School, sekolah ini menjadi tempat persembunyian 65 ribu jiwa suku Tutsi, 45 ribu diantaranya adalah para ibu dan anak-anak, tidak ada yang selamat, seluruhnya tewas dan dikubur dilapangan sekolah.

Saat ini lokasi pembantaian tersebut menjadi museum yang bernama Murambi Genocide Memorial Center, beberapa tengkorak hingga tulang korban di pajang, adapula puluhan jenazah yang diawetkan menjadi mummy.

4. Sand Creek, Amerika Serikat: Tanah Lapang Yang Dibiarkan Lengang

Sand Creek Massacre National Historic Site adalah tanah lapang dibiarkan lengang, pada November 1864 arean ini menjadi ladang pembantaian yang dikenal dengan nama Pembantaian Sand Creek.

Pada masa itu pasukan tentara Amerika Serikat yang dipimpin John Chivington meyerang desa yang dihuni penduduk asli suku Indian. 2/3 penghuni desa merupakan wanita, anak-anak, dan lansia tanpa senjata.

Pasukan Amerika secara bengis, tega menghabisi semuanya bahkan ada ratusan korban yang dimutilasi. Suku Indian sudah berusaha sekuat tenaga mempertahankan wilayah dari serangan penjajah.

Namun, Amerika menyalahi aturan perjanjian perdamaian karena berhasrat menguasai wilayah tersebut. Atas keputusan menyalahi perjanjian hingga menewaskan ratusan warga secara kejam. pemerintah Amerika tidak pernah menggunakan wilayah Sand Creek dan dibiarkan kosong untuk menghormati penduduk pribumi yang tewas.

5. Choeung EK, Kamboja: Ladang Pembantaian Paling Sohor Di Asia Tenggara

Bicara ladang pembantaian massal di Asia Tenggara, Choeung EK di Kamboja yang paling terkenal, media asing menyebutnya The Killing Fields. Pada periode 70-an, rezim Khmer Merah aliran komunis pimpinan Pol Pot membantai sekitar 20 ribu manusia di area yang memiliki ukuran serupa dengan lapangan sepakbola.

Para korban pembantaian merupakan kaum terpelajar yang dipandang sebagai lawan politik. Mereka yang dibantai yang diantaranya berprofesi sebagai guru, pemimpin wilayah, dokter, hingga jurnalis.

Cara pembunuhannya juga sadis, Khmer Merah tidak akan menggunakan senapan, karena sebutir peluru dianggap amat berharga. Para korban akan dipukul dengan kayu atau batang besi hingga tewas.

Baca Juga : 6 Hewan Berikut Ini Lebih Kejam Dari Bawang Merah

Lokasi Choeung EK hanya sekitar 17 kilometer dari kota Penompeh, terdapat sebuah altar yang didirikan untuk mengenang para korban, disekitarnya dihiasi pohon dengan gantungan tali. Setiap pengunjung yang datang kesini wajib menundukan kepala dan dilarang ketawa, karena publik Kamboja sangat menghormati para korban pembantaian Choeung EK.

6. Oradour-Sur-Glane, Prancis: Kekejaman Nazi Membuahkan Kota Hantu

Juni 1944 militer elit Nazi menyerbu kawasan Prancis tengah "Oradour-Sur-Glane", penyerbuan Nazi bukan berlabel perang antar tentara, melainkan misi pembantaian dan menghancurkan kota. 642 warga sipil tewas, diantaranya 240 perempuan dan 205 anak-anak.

Rumah, gereja, serta lumbung penyimpanan bahan makanan di bakar, hanya ada 6 orang yang tetap hidup dari penyerbuan keji tersebut. Mereka yang berhasil selamat berlakon berpura-pura mati diantara tumpukan jenazah.

Nazi menjadikan desa Oradour-Sur-Glane sebagai unjuk kekuatan dan kekejaman, tentara Nazi seakan mempertontonkan bukti bahwa musuh harus pikir dua kali jika ingin melawan.

Karena seluruh penduduk tewas tidak ada yang berani membangun ulang desa ini, akhirnya kawasan Oradour-Sur-Glane dibiarkan begitu saja hingga detik ini. Saksi bisu pembantaian Nazi dijadikan museum terbuka, pengunjung seakan merasakan atmosfer perang secara nyata karena tak ada posisi bangunan yang diubah sedikitpun.

Bagikan artikel ini

Tambahkan Komentar Anda
Disqus comments